BEBASKAN AMAQ HAR!

    Halo, saya Eyok El-Abrorii mengundang Anda menandatangani Petisi ini.

    Amaq Har namanya, seorang petani dari Dusun Jurang Koak Desa Bebidas Kabupaten Lombok Timur, umur sekitar 50an. Sejak tanggal 18 Desember 2018 sampai hari ini masih ditahan, sekitar 4 bulan di Polres Lotim, kini sudah di Lembaga Pemasyarakatan. Ia ditahan karena bertani di Tanah Adat Jurang Koak. Ada sekitar 600 kepala keluarga yang bertani di lahan tersebut. Kenapa hanya Amaq Har yang ditahan ? Dan bagaimana mungkin bertani merupakan tindak pidana ?

    Setiap petani di Lahan Adat Jurang koak mengelola 10 are lahan, begitu juga dengan Amaq Har. Dari aktifitas bertani itulah Amaq Har menghidupi istri, anak dan cucunya. Masyarakat telah menggantung hidup, harapan dan cita cita anak mereka di lahan tersebut. Keberadaan lahan tersebut mampu memperbaiki perekonomian masyarakat, juga mengurangi masyarakat yang keluar daerah untuk bekerja.

    600 KK: Suami, istri, katakan rata rata anak 2, maka ada sekitar 600 x 4 = 2.400 jiwa yang bergantung hidup pada Lahan Adat Jurang Kotak. Ini mesti jadi perhatian !
    Apakah Pak Bupati Lombok Timur H. M. Sukiman Azmy tidak tahu ? Saya rasa dia tahu, dan sebagai seorang pemimpin di Lombok Timur, harusnya dia tahu!

    Meskipun kasus ini belum sampai sidang putusan. Sampai disidangkan saja, bahkan Amaq Har sebagai petani ditangkap dan ditahan saja adalah sebentuk CIDERA hukum -sejauh pengetahuan awam saya. Cidera hukum di Lombok Timur jelas mencoreng wajah pemimpin Lombok Timur itu sendiri.
    ***

    *Kronologis Penangkapan*

    Pada tanggal 18 Desember 2018 pihak dari Taman Nasional Gunung Rinjani (selanjutnya ditulis TNGR) beserta dari pihak kepolisian datang ke Lahan Adat Jurang Koak untuk kepentingan penyelidikan.
    Masyarakat yang tinggal di Lahan sepontan saja kaget dan bereaksi (berkumpul menuju gerbang masuk). Diduga kedatangan pihak TNGR tanpa ada pemberitahuan kepada masyarakat yang mendiami lahan. Ditambah dengan masyarakat memang sudah gerah dengan pihak TNGR yang terus saja mengusik kenyamanan mereka bertani.

    Terjadi adu mulut. Hal itu di dengar oleh Pak Sarafudin (Mantan Kepala Desa Bebidas), dia pun menghampiri lokasi untuk melihat apa yang terjadi guna mencoba menenangkan. Di sana pak Sarafudin mencoba menanyakan siapa yang menjadi pemimpin kegiatan penyelidikan tersebut. Namun hal tersebut malah berujung penangkapan terhadap Pak Sarafudin. Ditangkapnya Pak Sarafudin memicu masyarakat bergerak. Spontan Amaq Har menghadang mobil tempat Pak Sarafudin diangkut dan meminta agar Pak Sarafudin dilepas karena memang tidak bersalah. Tapi malah hal itu membuah Amaq Har ditangkap juga.

    Keduanya -Pak Sarafudin dan Amaq Har - dibawa ke Polres. Masyarakat mengira ini hanya akan berlangsung 24 jam, karena memang tidak ada kesalahan yang dilakukan oleh Pak Sarafudin dan Amaq Har. Tapi ternyata pada tanggal 19 Desember 2018 langsung keluar surat penahanan.

    Ditangkap tanggal 18 Desember 2018, surat penahanan tanggal 19 Desember 2018. Apakah ini hal wajar ? Saya berfikir pihak kepolisian pasti sesuai aturan bertindak (sebatas fikiran). Dugaan saya, pada tanggal 18-12-2018 mereka berdua ditangkap, dan hari itu langsung difikirkan kasus apa yang bisa menjerat, dan dibuatlah laporan ke polisi pada hari itu juga, sehingga menjadi wajar surat penangkapan pada tanggal 19-12-2018 itu. Tapi apakah wajar dalam sehari Pak Sarafudin dan Amaq Har bisa ditahan dan langsung menjadi status tersangka ?

    Bagi saya tidak wajar. Saya memandang ada CIDERA hukum di Lombok Timur.
    *****

    *Konflik Lahan Adat Jurang Koak dengan Taman Nasional Gunung Rinjani*

    Lahan Adat Jurang Koak berada di Desa Bebidas Dusun Jurang Koak. Penuturan dari masyarakat dan tokoh pejuang bahwa lahan itu adalah lahan leluhur mereka. Secara turun temurun sudah di kelola. Ada banyak bukti yang menguatkan bahwa itu memang lahan yang sudah di kelola secara turun temurun. Bukan Hutan. Kalau kita katakan itu dulu hutan, seluruh kawasan Lombok Timur juga dulunya hutan.

    Disana kebanyakan pohon nangka dan mangga. Sebelum total bertani seperti sekarang, masyarakat mengelola lahan tersebut sebagai kebun. Ada juga makam disana. Maka anak kecil, yang dulu ceritanya meninggal ketika dilahirkan. Ada juga petilasan, tempat orang tua dulu melakukan ritual persembahan kepada alam sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan yang maha ESA. Selain itu, secara historis turun temurun, lahan itu memang lahan yang sejak dulu dikelola oleh masyarakat. Dan sekarang generasinya berusaha mengelola kembali karena memang tidak ada sandaran hidup. Kurang lebih 110 ha yang dikelola oleh masyarakat saat ini.

    Di sisi lain, pihak TNGR mengklaim bahwa lahan itu adalah bagian dari TNGR, bukan lahan masyarakat. Konflik ini terus terjadi sampai saat ini. Sebelum penangkapan Pak Sarafudin dan Amaq Har, pernah juga ditangkap petani lain dan dipenjarakan. Kriminalisasi petani terus terjadi sampai sekarang. Aneh memang, TNGR terus terusan membawa persoalan ini ke ranah Pidana, padahal ini seharusnya di bawa ke ranah perdata. Saya berfikir, tentunya subjektif, bahwa upaya kriminalisasi petani Pejuang Tanah Adat sebagai upaya menakuti nakuti petani agar dengan sendirinya keluar dari lahan.

    Masyarakat memiliki bukti yang kuat, namun TNGR tetap bersi keras mengatakan itu adalah Lahan Taman Nasional Gunung Rinjani.
    TNGR sekarang ini mengklaim memiliki luas 41.330 ha. Itu klaim dan opini yang dibangun pada publik. Padahal jelas jelas SK terakhir terkait luas TNGR adalah SK tahun 1997 yang jelas menetapkan luas TNGR adalah 40.000 ha. Ada kelebihan 1.330 ha. Lahan siapa sesungguhnya yang diklaim oleh TNGR seluas 1.330 ha ? Jadi wajar Bupati saat ini merekomendasikan untuk ditinjau ulang. Bupati sekarang bagaimana pandangannya ?

    Kondisi ini sudah bertahun tahun terjadi. Apakah Pemerintah Kabupaten di bawah Pimpinan H. M. Sukiman Azmy dan Rumaksi sebagai wakil tidak mampu menyelesaikan persoalan ini ? Wajah suram Pemkab Lombok Timur.
    ******

    *Mari kaji bersama persoalan hukumnya.*

    Lahan Adat Jurang Koak masih dalam status konflik, namun yang menguasai hari ini adalah masyarakat. Jika berdasarkan SK tahun 1997 yang menetapkan luas TNGR adalah 40.000 ha, maka jelas Lahan Adat Jurang Koak tidak termasuk dalam kawasan TNGR. 40.000 ha ini menggunakan tapal Belanda. Dimana tapal Belanda itu ? Penuturan masyarakat tapal itu jauh dibukit Kondo. Tapi ntah masih atau tidak sekarang.

    Artinya Aneh jika karena bertani di Lahan Adat Jurang Koak Amaq Har dipidanakan. Didakwa dengan pasal dalam undang undang kehutanan aturan aturan soal Sumber Daya Alam Hayati. Bagaimana mungkin ? Sedang seratus lahan belum jelas. Dan jika menggunakan bukti paling kuat yaitu SK tahun 1997 maka itu bukan wilayah TNGR, bukan wilayah hutan.

    Jika pihak penyidik dari kepolisian memandang dengan objektif, jelas kasus Amaq Har tidak bisa dilanjutkan sebelum status Lahan menjadi jelas. Faktanya pihak penyidik sudah melimpahkan ke kejaksaan dan berkas itu lolos. Sekarang dalam masa persidangan.
    Adakah oknum oknum dalam institusi penegak hukum kita ?

    Dan yang melaporkan adalah pihak TNGR, ada apa dengan Taman Nasional Gunung Rinjani ?
    Suatu hari ketika masa penahanan Amaq Har diperpanjang guna kebutuhan penyidikan, surat pemberitahuan untuk keluarga tidak diantar langsung oleh pihak penyidik. Tapi malah dititip pada orang TNGR (bahasa istri Amaq Har). Kalau yang ngelapor TNGR, dan penyidik malah menitip surat pemberitahuan di pihak pelapor untuk di sampaikan kepada pihak keluarga terlapor. Apa ini gak buat curiga ?

    *****

    Ini sedikit gambaran untuk mengantar kita melakukan kajian.
    Ayo TANDATANGANI petisi ini, karena kami rakyat bawah tak punya kekuatan melawan selain dukungan dari masyarakat.
    Sign Petition
    Sign Petition
    You have JavaScript disabled. Without it, our site might not function properly.

    Privacy Policy

    By signing, you accept Care2's Terms of Service.
    You can unsub at any time here.

    Having problems signing this? Let us know.